Jumat, 30 Desember 2011

:::::: KISAH UMAR BIN KHATTAB DAN SEEKOR BURUNG PIPIT ::::::

Sahabat fillah ..

Ada sebuah kisah yang dapat kita ambil sebagai hikmah.
Yaitu ketika sahabat Rasulullah SAW Umar meninggal, para ulama di kota itu bermimpi bertemu dengan beliau. Mereka pun bertanya :

“ Wahai Umar, Engkau adalah sahabat nabi, dan selalu meyertai perjuangan nabi. Pastilah engkau mendapatkan hadiah yang indah dari ALLAH . Bolehkah kami tahu bagaimana engkau disana ?

Jawab Umar : Allah telah mengampuniku dan membalas amal perbuatanku.

Namun diluar itu, ada satu yang "paling ALLAH sukai" dimana akupun tidak menyangka dengan amalan itu Allah sangat dekat denganku.

Amalan apa itu wahai Umar , tolong beritahu kami, pinta para ulama

Kemudian Umar menceritakan bahwa saat dahulu menjabat sebagai khalifah ( kepala pemerintahan), ia sering menyamar sebagai rakyat kecil dan berkeliling kota .

Pada suatu hari ia melihat sekelompok anak – anak kecil sedang bermain. Ditangan mereka tergenggam seekor burung pipit yang terikat dan dijadikan bahan permainan sehingga burung itu tampak kelelahan dan hampir mati. Oleh beliau burung itu hendak diminta, namun tidak diberikan .

Akhirnya oleh sayidina Umar burung itu dibeli seharga 100 dirham, dan setujulah anak-anak kecil tersebut. Setelah itu , beliau mengambil air dan diberinya burung pipit itu minum dengan penuh kasih sayang.
Dan setelah pulih, dilepaskan burung itu kembali terbang.

Kepada para ulama Sayyidina Umar berkata :

“Tatkala kalian meletakkan jasadku di dalam kubur, dan meninggalkan ku seorang diri, tiba-tiba datanglah 2 malaikat yang sangat menakutkan. Terasa gemetar seluruh persendianku karena takut. Mereka berdua lalu memegang dan mendudukkan ku serta mengajukan pertanyaan.”

Tiba-tiba aku mendengar suara berseru tanpa terlihat siapa pemilik suara tersebut

“Kalian tinggalkan hambaku ini, dan jangan kalian berbuat yang menakutkan. Sesungguhnya AKU menyayanginya dan membalas amal perbuatannya karena dia menyayangi dan menyelamatkan (makhluk KU) seekor burung pipit pada waktu di dunia.

Maka sebagai balasannya, AKU pun menyayanginya di alam akhirat,

Subhanallah...
Demikianlah sahabat, sesungguhnya kasih sayang terhadap binatang yang terlihat kecil dimata kita , bila Allah menghendaki (Insya Allah) dapat menjadi sebuah amalan yang dicintai Allah ... dan mampu mendatangkan rahmat dari Nya .

Wallahu'alam
Semoga bermanfaat ...
Oase Spiritual (hikmah dalam Ujaran & Kisah) - dari kitab Al Mawa’izh al Ushfuriah

Kamis, 29 Desember 2011

hasbunallah wa nikmal wakil

::: Cukuplah Allah Sebagai Penolong dan Sebaik-baik Pelindung ... :::


Malam sudah larut.
Makan malam terakhir sudah lama selesai.
Para penumpang sudah terlelap dengan mimpinya masing-masing.

Tidak banyak penumpang di Raffles Class malam itu.
Seperti biasa aku duduk di dekat jendela.
Dan kebiasaanku untuk melihat keluar untuk menandai bintang-bintang yang terlihat.

Kebesaran Illahi yang tiada habis-habisnya untuk kukagumi.
Monitor TV di depanku tidak begitu aku perhatikan.

Aku berusaha mencari temaram bulan... tapi tidak kudapatkan.
Kusadari malam itu semua gelap tak terlihat.

Kututup jendela kaca itu & bersiap untuk tidur.
Kurebahkan kursi tempatku berdiam
sejak keberangkatanku lebih dari delapan jam yang lalu.

Perjalanan ini amatlah panjang.
Belasan jam harus ditempuh dan belum 1/2 nya telah berlalu.

Ketika aku rebahkan tubuhku,
guncangan-guncangan kecil itu mulai terasa.

Awak kabin dengan ramah ingin membetulkan letak selimutku yang bergeser.
Kapten pilot mengumumkan saat itu, kami sedang terbang dalam turbulensi
udara yang moderat & meminta untuk memasang ikat pinggang.

Pengumuman itu tidak terlalu menggangguku.
Berpuluh-puluh kali dalam penerbangan seperti ini, hal itu telah kurasakan.
Penerbangan jarak jauh pastilah beresiko & aku yakin bahwa Allah SWT pasti melindungi.

Lebih dari 15 menit hal ini telah berlalu, guncangan-guncangan itu makin keras & tak beraturan.
Kapten pilot kembali mengumumkan agar seluruh penumpang menegakkan kursinya dalam posisi take off/landing dan menyuruh seluruh awak kabin untuk duduk.

Ia juga mengumumkan bahwa pesawat sedang terbang dlm keadaan
“ heavy turbulence and thunderstorm ” .

Aku mulai cemas, terdiam & berpikir.

Satu-satunya hal yang bisa menenangkanku adalah keyakinanku
bahwa pesawat ini adalah yang tercanggih dikelasnya dan ‘record’ dari perusahaan penerbangan ini yang hampir ‘zero accident’ selama bertahun-tahun lamanya.

Walaupun demikian, kubasahi lisanku dengan dzikir kepada Penguasa sekalian alam. Allah ‘Azza wa Jalla...

Aku masih merasa tenang, tapi tidak untuk saat yang lama.

Pesawat kami mulai terangkat ke atas beberapa puluh meter
& dihempaskan dengan tiba-tiba kebawah.

Hal itu terjadi beberapa kali.
Aku melihat guratan-guratan kilat memancar dari jendela.

Dan kabin dalam pesawat terlihat terhuyung-huyung ke kanan & ke kiri.
Jeritan kecil penumpang mulai terdengar dibarengi dgn tangisan bayi dan anak-anak yang merasa tidak nyaman dengan semua ini.

Aku melihat kesampingku.
Seorang ibu tertunduk & lisannya terlihat bergerak mengucapkan doa dengan caranya sendiri.

Pandanganku kosong...

Kulantunkan kalimat-kalimat dzikir tiada henti,
Subhanallah ..
Wal Hamdulillah ..
Wa La Ilaha Illallah ..
Wa Allahu Akbar ..

Terus menerus tiada henti.
Terbayang olehku hidup yang amat singkat yang telah dijalani.

Belum banyak ibadah yang telah disempurnakan & amal sholeh yang telah diperbuat...

Terbayang juga orang-orang yang kusayangi...

Rasanya baru sebentar kami bersama...
Amat singkat waktu itu...
Tanpa terasa air mata itu mulai berderai membasahi wajahku.
Tak ada yang dapat kulakukan selain kepasrahan kepada Allah.

Dalam keadaan genting ini, kuingat teladan Rasulullah SAW
Di malam perang Badar, ketika sebahagian sahabat telah beristirahat demi mempersiapkan diri untuk sebuah perang terbuka keesokan harinya,

Rasulullah membentangkan sajadahnya di bawah pohon & terus berdoa kepada Allah dengan begitu khusyuknya tanpa terasa sorbannya jatuh terhampar di sajadahnya.

Terdengar ucapannya yang berulang-ulang :
“Hasbunallahu wa nikmal wakil”
(QS Ali Imran [3]:173,

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung”.

Para sahabat yang melihat Rasulullah berdoa seperti itu meneteskan airmata mereka. Abu Bakr memberanikan diri mendekat dan berkata,

“Ya Rasulullah, Bukankah Engkau adalah utusan Allah yang dapat meyakinkan kami
bahwa Allah pasti menolong kita?”

Dengan bijak Nabi menjawab, “Kalaulah aku tahu sesuatu yang ghaib,
pastilah aku telah memilih jalan yang dapat menyelamatkanku dari segala kesulitan.” (HR Muslim).

Nabi amat mengharapkan pertolongan Allah SWT saat itu, ketika jumlah pasukan muslim yang hanya berjumlah 300 orang & dengan peralatan perang yang apa adanya dihadapkan dengan pasukan musyrik, dengan kekuatan lebih dari 1000 pasukan , dengan persenjataan yang lengkap.

Riwayat ini menguatkan diriku...

Tidak pantas bagiku untuk yakin...
Saat itu juga aku bertayamum & melakukan sholat sunnat 2 rakaat sembari duduk.

Guncangan itu tidak lagi kuhiraukan.

Setelah salam,
kuangkat tanganku dan kurapatkan.

Kuawali doa ku dengan bershalawat kepada Rasul yang mulia.

“Ya Allah Cukuplah Engkau menjadi penolong kami
dan Engkaulah sebaik-baik pelindung.
Jika inilah akhir dari ajalku, mudahkan jalanku untuk kembali kepada Mu.

Ampuni segala dosa2ku & tutuplah segala kesalahan-kesalahan ku.
Kutitipkan orang-orang yang kusayangi kepada Mu
karena Engkaulah sebaik-baik pewaris...

Ya Rabb, disaat-saat akhir ini,
jangan Engkau biarkan syaitan memperdayaku walau sekejap matapun.

Jangan Engkau biarkan mereka membayangkan kepadaku
seluruh keindahan dunia ini yang menyebabkanku enggan untuk meninggalkan nya.

Ya Allah, jika ini adalah ujian Mu untukku,
kasihanilah aku sebagaimana Engkau mengasihani hamba-hamba Mu yang sholeh.
Engkaulah pemilik langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya.

Janji Mu benar ya Allah...
Tolonglah aku sebagaimana Engkau menolong Rasul SAW dan sahabat-sahabatnya di perang badar...
Engkau turunkan ribuan malaikat untuk menolong mereka.”

Kututup doaku dengan membaca ayat kursi untuk meneguhkan diriku.
Ayat yang dipenuhi dengan sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla yang begitu Agung.

Manusia berusaha untuk meraih ketinggian dan kebesaran.
Keyakinan akan ilmu dan teknologi telah membuat dirinya terjebak dalam sifat takabur.

Inilah saat bagiku untuk kembali kepada Rabb ku.
Bagaimanapun juga ciptaan manusia walaupun dalam bentuk pesawat yang canggih sekalipun tak dapat melampaui ketentuan Allah.

Kita hanya ‘hamba-Nya’ yang tunduk kepada Yang Maha Tinggi dan Maha besar.

Kucerna kalimat demi kalimat ayat kursi itu.
Ketemukan kebesaran-Nya dalam setaip lafaz yang kuucap.
Damai hatiku saat itu.

Tidak sampai lima menit doa dan ayat kursi itu terucap,
guncangan itu tiba-tiba mereda.

Kulihat ke jendela luar & kutemukan bulan dengan bentuknya yang amat indah penuh dengan temaram.

Itulah tanda cuaca malam itu kembali bersahabat.
Aku bertakbir, “Allahu Akbar”

Kudengar pengumuman dari Kapten Robert Ting malam itu,
“Our dear passenger,
we all saved by the Almighty, the Most Gracious.
In the past thirty years in the wings,
I never been engaged in such experience….

Aku tersenyum mendengarnya.
Kuhela nafas lega.
Kutundukkan wajahku untuk bersujud
seraya memuji-Nya aku berkata:

“Ya Rabb, Engkau memberiku kesempatan untuk hidup kembali.
Ajari aku untuk selalu mengingat Mu,
mensyukuri nikmat Mu
dan beribadah kepada Mu dengan sebaik-baiknya.”

Katakanlah:
“Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana
(di darat, laut dan udara),
yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan
dengan suara yang lembut (dengan mengatakan):

‘Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini,
tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.”
(QS Al An’am [6]:63)

Ya Allah, Ya Muhaimin ...
Cukuplah Engkau bagi kami ..
Hanya Engkaulah sebaik-baik Pelindung ...
dan tempat bagi kami untuk bersandar ..

Jumat, 23 Desember 2011

KISAH CINTA DARI SEBUAH DOMPET

KISAH CINTA DARI SEBUAH DOMPET

Diambil di Beranda Kita

Ketika aku berjalan kaki pulang ke rumah di suatu hari yang dingin, kakiku tersandung sebuah dompet yang tampaknya terjatuh tanpa sepengetahuan pemiliknya. Aku memungut dan melihat isi dompet itu kalau-kalau aku bisa menghubungi pemiliknya. Tapi, dompet itu hanya berisi uang sejumlah tiga Dollar dan selembar surat kusut yang sepertinya sudah bertahun-tahun tersimpan di dalamnya.

Satu-satunya yang tertera pada amplop surat itu adalah alamat si pengirim. Aku membuka isinya sambil berharap bisa menemukan petunjuk. Lalu aku baca tahun "1924". Ternyata surat itu ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang anggun di atas kertas biru lembut yang berhiaskan bunga-bunga kecil di sudut kirinya. Tertulis di sana, "Sayangku Michael", yang menunjukkan kepada siapa surat itu ditulis yang ternyata bernama Michael.

Penulis surat itu menyatakan bahwa ia tidak bisa bertemu dengan Michael lagi karena ibunya telah melarangnya. Tapi, meski begitu ia masih tetap mencintainya. Surat itu ditanda tangani oleh Hannah.

Surat itu begitu indah. Tetapi tetap saja aku tidak bisa menemukan siapa nama pemilik dompet itu. Mungkin bila aku menelepon bagian penerangan, mereka bisa memberitahu nomor telepon alamat yang ada pada amplop itu.

"Operator," kataku pada bagian penerangan, "Saya mempunyai permintaan yang agak tidak biasa. Saya sedang berusaha mencari tahu pemilik dompet yang saya temukan di jalan. Barangkali anda bisa membantu saya memberikan nomor telepon atas alamat yang ada pada surat yang saya temukan dalam dompet tersebut?"

Operator itu menyarankan agar aku berbicara dengan atasannya, yang tampaknya tidak begitu suka dengan
pekerjaan tambahan ini.

Kemudian ia berkata, "Kami mempunyai nomor telepon alamat tersebut, namun kami tidak bisa memberitahukannya kepada anda." Demi kesopanan, katanya, ia akan menghubungi nomor tersebut, menjelaskan apa yang saya temukan dan menanyakan apakah mereka berkenan untuk berbicara denganku.

Aku menunggu beberapa menit. Tak berapa lama ia menghubungiku, katanya, " Ada orang yang ingin berbicara dengan anda." Lalu aku tanyakan pada wanita yang ada di ujung telepon sana, apakah ia mengetahui seseorang bernama Hannah. Ia menarik nafas, "Oh, kami membeli rumah ini dari keluarga yang memiliki anak perempuan bernama Hannah. Tapi, itu 30 tahun yang lalu !"

"Apakah anda tahu dimana keluarga itu berada sekarang?" tanyaku.

"Yang aku ingat, Hannah telah menitipkan ibunya di sebuah panti jompo beberapa tahun lalu," kata wanita itu. "Mungkin, bila anda menghubunginya mereka bisa mencari tahu dimana Hannah, berada."

Lalu ia memberiku nama panti jompo tersebut. Ketika aku menelepon ke sana, mereka mengatakan bahwa wanita tua itu, ibu Hannah, yang aku maksud sudah lama meninggal dunia. Tapi mereka masih menyimpan nomor telepon rumah dimana anak wanita itu tinggal.

Aku mengucapkan terima kasih dan menelepon nomor yang mereka berikan. Kemudian, di ujung telepon sana, seorang wanita mengatakan bahwa Hannah sekarang tinggal di sebuah panti jompo.

"Semua ini tampaknya konyol," kataku pada diriku sendiri. Mengapa pula aku mau repot-repot menemukan pemilik dompet yang hanya berisi tiga Dollar dan surat yang
ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu? Tapi, bagaimanapun aku
menelepon panti jompo tempat Hannah sekarang berada. Seorang pria yang menerima teleponku mengatakan, "Ya, Hannah memang tinggal bersama kami."

Meski waktu itu sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku
meminta agar bisa menemui Hannah.

"Ok," kata pria itu agak bersungut-sungut,

"Bila anda mau, mungkin ia sekarang sedang menonton TV di ruang tengah." Aku mengucapkan terima kasih dan segera berkendaraan ke panti jompo tersebut. Gedung panti jompo itu sangat besar. Penjaga dan perawat yang berdinas malam menyambutku di pintu. Lalu, kami naik ke lantai tiga. Di ruang tengah, perawat itu memperkenalkan aku dengan Hannah. Ia tampak manis, rambut ubannya keperak-perakan,
senyumnya hangat dan matanya bersinar-sinar.

Aku menceritakan padanya mengenai dompet yang aku temukan. Aku pun menunjukkan padanya surat yang ditulisnya. Ketika ia melihat amplop surat berwarna biru lembut dengan bunga-bunga kecil di sudut kiri, ia menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Anak muda, surat ini adalah hubunganku yang terakhir dengan Michael."

Matanya memandang jauh, merenung dalam-dalam. Katanya dengan lembut, "Aku amat-amat mencintainya. Saat itu aku baru berusia 16 tahun, dan ibuku menganggap aku masih terlalu kecil. Oh, ia sangat tampan. Ia seperti Sean Connery, si aktor itu."

"Ya," lanjutnya.. "Michael Goldstein adalah pria yang luar biasa. Bila kau bertemu dengannya, katakan bahwa aku selalu memikirkannya, dan ...,"

Ia ragu untuk melanjutkan, sambil menggigit bibir ia
berkata, "Katakan, aku masih mencintainya. Tahukah kau, anak muda," katanya sambil tersenyum.

Kini air matanya mengalir, "Aku tidak pernah menikah selama ini. Aku pikir, tak ada seorang pun yang bisa
menyamai Michael."

Aku berterima kasih pada Hannah dan mengucapkan selamat tinggal. Aku menuruni tangga ke lantai bawah. Ketika melangkah keluar pintu, penjaga di sana menyapa, "Apakah wanita tua itu bisa membantu anda?"

Aku sampaikan bahwa Hannah hanya memberikan sebuah petunjuk, "Aku hanya mendapatkan nama belakang pemilik dompet ini. Aku pikir, aku biarkan sajalah dompet ini untuk sejenak. Aku sudah menghabiskan hampir seluruh hariku untuk menemukan pemilik dompet ini."

Aku keluarkan dompet itu, dompet kulit dengan benang merah di sisi-sisinya. Ketika penjaga itu melihatnya, ia berseru, "Hei, tunggu dulu! Itu adalah dompet Pak Goldstein! Aku tahu persis dompet dengan benang merah terang itu. Ia selalu kehilangan dompet itu. Aku sendiri pernah menemukan dompet itu tiga kali di dalam gedung ini."

"Siapakah Pak Goldstein itu?" tanyaku. Tanganku mulai gemetar. "

Ia adalah penghuni lama gedung ini. Ia tinggal di lantai delapan. Aku tahu pasti, itu adalah dompet Mike Goldstein. Ia pasti menjatuhkannya ketika sedang berjalan-jalan di luar."

Aku berterima kasih pada penjaga itu dan segera lari ke kantor perawat. Aku ceritakan pada perawat di sana apa yang telah dikatakan oleh si penjaga. Lalu, kami kembali ke tangga dan bergegas ke lantai delapan. Aku berharap Pak Goldstein masih belum tertidur.

Ketika sampai di lantai delapan, perawat berkata, "Aku pikir ia masih berada di ruang tengah. Ia suka membaca di malam hari. Ia adalah pak tua yang menyenangkan. "

Kami menuju ke satu-satunya ruangan yang lampunya masih menyala. Di sana duduklah seorang pria membaca buku. Perawat mendekati pria itu dan menanyakan apakah ia telah kehilangan dompet. Pak Goldstein memandang dengan terkejut. Ia lalu meraba saku belakangnya dan berkata, "Oh ya, dompetku hilang!"

Perawat itu berkata, "Tuan muda yang baik ini telah menemukan sebuah dompet. Mungkin dompet anda?"

Aku menyerahkan dompet itu pada Pak Goldstein. Ia tersenyum gembira. Katanya, "Ya, ini dompetku! Pasti terjatuh tadi sore. Aku akan memberimu hadiah."

"Ah tak usah," kataku. "Tapi aku harus menceritakan sesuatu pada anda. Aku telah membaca surat yang ada di
dalam dompet itu dengan harap aku mengetahui siapakah pemilik dompet ini."

Senyumnya langsung menghilang. "Kamu membaca surat ini?"

"Bukanhanya membaca, aku kira aku tahu dimana Hannah sekarang."

Wajahnya tiba-tiba pucat. "Hannah? Kau tahu dimana ia sekarang? Bagaimana kabarnya? Apakah ia masih secantik dulu? Katakan, katakan padaku," ia memohon.

"Ia baik-baik saja, dan masih tetap secantik seperti saat anda mengenalnya, " kataku lembut.

Lelaki tua itu tersenyum dan meminta, "Maukah anda mengatakan padaku dimana ia sekarang? Aku akan meneleponnya esok."

Ia menggenggam tanganku, "Tahukah kau anak muda, aku masih mencintainya. Dan saat surat itu datang, hidupku terasa berhenti. Aku belum pernah menikah, aku selalu mencintainya. "

"Michael," kataku, "Ayo ikuti aku."
Lalu kami menuruni tangga ke lantai tiga. Lorong-lorong gedung itu sudah gelap. Hanya satu atau dua lampu kecil menyala menerangi jalan kami menuju ruang tengah di mana Hannah masih duduk sendiri menonton TV.

Perawat mendekatinya perlahan. "Hannah," kata perawat itu lembut. Ia menunjuk ke arah Michael yang sedang berdiri di sampingku di pintu masuk. "Apakah anda tahu pria ini?"

Hannah membetulkan kacamatanya, melihat sejenak, dan terdiam tidak mengucapkan sepatah katapun. Michael berkata pelan, hampir-hampir berbisik, "Hannah, ini aku, Michael. Apakah kau masih ingat padaku?"

Hannah gemetar, "Michael! Aku tak percaya. Michael! Kau! Michaelku!"

Michael berjalan perlahan ke arah Hannah. Mereka lalu berpelukan. Perawat dan aku meninggalkan mereka dengan air mata menitik di wajah kami.

"Lihatlah," kataku. "Lihatlah, bagaimana Tuhan berkehendak. Bila Ia berkehendak, maka jadilah."

Sekitar tiga minggu kemudian, di kantor aku mendapat telepon dari rumah panti jompo itu. "Apakah anda berkenan untuk hadir di sebuah pesta pernikahan di hari Minggu mendatang? Michael dan Hannah akan menikah!" Dan pernikahan itu, pernikahan yang indah. Semua orang di panti jompo itu mengenakan pakaian terbaik mereka untuk ikut merayakan pesta. Hannah mengenakan pakaian abu-abu terang dan tampak cantik. Sedangkan Michael mengenakan jas hitam dan berdiri tegak. Mereka menjadikan aku sebagai wali mereka.

Rumah panti jompo memberi hadiah kamar bagi mereka. Dan bila anda ingin melihat bagaimana sepasang pengantin berusia 76 dan 79 tahun bertingkah seperti anak remaja, anda harus melihat pernikahan pasangan ini. Akhir yang sempurna dari sebuah hubungan cinta yang tak pernah padam selama 69 tahun

Selasa, 20 Desember 2011

sembam ikan

Sembam Ikan

Menyembam ikan adalah teknik membakar ikan yang sangat sederhana, bumbunya cuman garam saja, bayangkan!

Teknik mengolah ikan dengan cara ini bisa memastikan kesegaran rasa daging ikan tersebut dan juga sangat sehat karena tidak menggunakan terlalu byk bumbu.

Bahan:
1 ekor ikan (1-1.5 Kg)
Garam secukupnya.
Air es.

Teknik menyembam:
1. Ikan yg masih hidup harus di rendam ke air es supaya pingsan/mati.

2. Membuang isi perut ikan beserta insang nya, Ingat sisik ikan tidak perlu dibersihkan.

3. Bersihkan kembali dengan dibasuh dengan air dan keringkan tubuh ikan dengan kain.

4. Taruh/lapiskan garam setebal 0.5-1cm di seluruh permukaan ikan (dua sisi).

5. Siapkan pembakaran, pastikan api pembakaran tidak besar melainkan hanya bara api yg diperlukan.

6. Letakan ikan yg sudah dilapisi garam ke atas bara api (jarak api ke ikan kurang lebih 15cm saja).

7. Ikan harus dibolak balik setiap 3 menit. Tubuh ikan akan menjadi agak keputihan dan kehitaman akibat garam yg terbakar.

8. Untuk mamastikan kalo ikan telah matang, ambil tusuk sate, tusukan dari bagaian perut ikan sampai ke punggung (sirip atas ikan), jika tusuk sate bisa lewat dengan mudah, maka ikan siap disajikan.

P/S: Untuk ikan ukuran 1 kg, biasanya memakan waktu 20-30 menit untuk matang.


Bahan-bahan yang diperlukan: 5 sendok makan kecap manis
5 cabe rawit merah
1 cabe merah
1 bawang merah
1-2 sendok makan air jeruk nipis
1 buah tomat merah

Cara membuat:
Tomat merah diiris kotak-kotak. Iris halus cabe rawit merah, cabe merah dan bawang merah. Tuang kecap manis ke dalam mangkuk. Campurkan bahan-bahan yang telah diiris halus. Aduk rata dan campurakn air jeruk nipis atau lemon. Sambal kecap siap dihidangkan.

Sambal kecap paling cocok dihidangkan bersama ikan sembam

ataupun sebagai teman makan nasi.

bubur pedas melayu


Bumbu:

1 ons ketumbar
1 sm jintan manis
1 sm jintan putih
½ ons merica
10 bj bunga lawang
20 bj kapulaga
1 st cengkeh
1 jengkal kayu manis
2 bj buah pala
½ ons kemiri
3 jari jempol laos
2 jari jempol jahe
15 cm kunyit
1 jengkal temu mangga
1 jengkal temu kunci (4 btg)
2 ruas jari (5 cm) temu hitam
1 ½ ons bawang merah
1 bonggol bawang putih

Untuk 1/2 kg beras. Semua bahan digiling halus.
Bahan untuk 1 muk beras:

1 bh jagung manis dipipil
1 genggam kacang hijau
1 genggam kacang merah
1 genggam kacang kuning
1 bh kentang, potong dadu
1 bh wortel, potong dadu
1 bh keladi, potong dadu
1 bh ubimerah, potong dadu
udang basah, ebi, cumi, daging, ayam
kepala ikan asin sangge dibakar
Cara memasak:

Bumbu-bumbu beras, kacang dan semua bahan masak jadi satu dengan air sampai menjadi bubur.

Sebelum diangkat tabur dengan irisan:
2 lbr daun kunyit (buang tulang, iris halus)
10 lbr daun jeruk (buang tulang, iris halus).

Sajikan panas-panas.

Minggu, 13 November 2011

Indahnya Hidup Bersahaja



Bismillahirrohmaanirrohiim,

Saudara-saudaraku Sekalian,
Kita tidak perlu bercita-cita membangun kota Jakarta, lebih baik kita bercita-cita tiap orang bisa membangun dirinya sendiri. Paling minimal punya daya tahan pribadi terlebih dahulu. Karenanya sebelum ia memperbaiki keluarga dan lingkungannya minimal dia mengetahui kekurangan dirinya. Jangan sampai kita tidak mengetahui kekurangan sendiri. Jangan sampai kita bersembunyi dibalik jas, dasi dan merk. Jangan sampai kita tidak mempunyai diri kita sendiri. Jadi target awal dari pertemuan kita adalah membuat kita berani jujur kepada diri sendiri. Mengapa demikian? Sebab seorang bapak tidak bisa memperbaiki keluarganya, kalau ia tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri. Jangan mengharap memperbaiki keluarga kalau memperbaiki diri sendiri saja tidak bisa. Bagaimana berani memperbaiki diri, jika tidak mengetahui apa yang mesti diperbaiki.

Kita harus mengawali segalanya dengan egois dahulu, sebab kita tidak bisa memperbaiki orang lain kalau diri sendiri saja tidak terperbaiki. Seorang ustad akan terkesan omong kosong, jika ia berbicara tentang orang lain agar memperbaiki diri sedang ia sendiri tidak benar. Dalam bahasa Al-Qur’an, "Sangat besar kemurkaan Allah terhadap orang berkata yang tidak diperbuatnya".

Mudah-mudahan seorang ibu yang tersentuh mulai mengajak suaminya. Seorang anak mengajak orang tuanya, di kantor seorang bos yang berusaha memperbaiki diri diperhatikan oleh bawahannya dan membuat mereka tersentuh. Seorang kakek dilihat oleh cucunya kemudian tersentuh.

Mudah-mudahan dengan kegigihan memperbaiki diri nantinya daya tahan rumah mulai membaik. Kalau sudah daya tahan rumah membaik insyaAllah, kita bisa berbuat banyak untuk bangsa kita ini. Mudah-mudahan nanti setiap rumah tangga visinya tentang hidup ini menjadi baik.

Tahap selanjutnya adalah mau dibawa kemana rumah tangga kita ini, apakah mau bermewah-mewahan, mau pamer bangunan dan kendaraan atau rumah tangga kita ini adalah rumah tangga yang punya kepribadian yang nantinya akan menjadi nyaman. Jangan sampai rumah tangga kita ini menjadi rumah tangga yang hubuddunya, karena semua penyakit akarnya dari cinta dunia ini. Orang sekarang menyebutnya materialistis.

Bangsa ini roboh karena pecinta dunianya terlalu banyak. Acara tv membuat kita menjadi yakin bahwa dunia ini alat ukurnya adalah materi. Pelan tapi pasti kita harus mulai mengatakan dunia ini tidak ada apa-apanya. Di dunia ini kita hanya mampir. Dengan konsep yang kita kenal yaitu rumus ‘tukang parkir’. Yang tadinya bangga dengan merk menjadi malu dengan topeng yang dikenakannya. Nanti pelan-pelan akan
menjadi begitu.

Bukannya kita harus hidup miskin. Nanti akan terjadi suasana di rumah tidak goyah, lebih sabar, melihat dunia menjadi tidak ada apa-apanya dan tidak sombong. Lihat kembali rumus ‘tukang parkir’
, ia punya mobil tidak sombong, mobilnya ganti-ganti tidak takabur, diambil satu persatu sampai habis tidak sakit hati. Mengapa ? karena tukang parkir tidak merasa memiliki hanya tertitipi.

Ketika melihat orang kaya biasa saja karena sama saja cuma menumpang di dunia ini jadi tidak menjilat, kepada atasan tidak minder, suasana kantor yang iri dan dengki jadi minimal.

Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi visi kita terhadap dunia ini akan berbeda. Kita tidak bergantung lagi kepada dunia, tidak tamak, tidak licik, tidak serakah. Hidup akan bersahaja dan proporsional.

Sekarang kita sedang krisis, masa ini dapat menjadi momentum karena dengan krisis harga-harga naik, kecemasan orang meningkat, ini kesempatan kita buat berdakwah.

Mau naik berapa saja harganya tidak apa-apa yang penting terbeli. Jika tidak terjangkau jangan beli, yang penting adalah kebutuhan standar tercukupi. Orang yang sengsara bukan tidak cukup tetapi karena kebutuhannya melampaui batas. Padahal Allah menciptakan kita lengkap dengan rezekinya.

Mulai dari buyut kita yang lahir ke dunia tidak punya apa-apa sampai akhir hayatnya masih makan dan dapat tempat berteduh terus. Orang tua kita lahir tidak membawa apa-apa sampai saat ini masih makan terus, berpakaian, dan berteduh. Begitu pula kita sampai hari ini. Hanya saja disaat krisis begini kita harus lebih kreatif. Mustahil Allah menciptakan manusia tanpa rezekinya kita akan bingung menghadapi hidup. Semua orang sudah ada rezekinya.

Dan barangsiapa yang hatinya akrab dengan Allah dan yakin segala sesuatu milik Allah, tiada yang punya selain Allah, kita milik Allah. Kita hanya mahluk dan yang membagi, menahan dan mengambil rezeki adalah Allah. Orang yang yakin seperti itu akan dicukupi oleh Allah.

Jadi kecukupan kita bukan banyak uang, tetapi kecukupan kita itu bergantung dengan keyakinan kita terhadap Allah dan berbanding lurus dengan tingkat tawakal. Allah berjanji "Aku adalah sesuai dengan prasangka hamba-Ku". Jadi jangan panik. Allah penguasa semesta alam.

Ini kesempatan buat kita untuk mengevaluasi pola hidup kita. Yang membuat kita terjamin adalah ketawakalan. Jadi yang namanya musibah bukan kehilangan uang, bukan kena penyakit, musibah itu adalah hilangnya iman. Dan orang yang cacat adalah yang tidak punya iman, ia gagal dalam hidup karena tidak mengerti mau kemana.

Jadi kita tidak punya alasan untuk panik. Krisis seperti ini ada diman-mana, kita harus kemas agar berguna bagi kita. Kita tidak bisa mengharapkan yang terbaik terjadi pada diri kita, tapi kita bisa kemas agar menjadi yang terbaik bagi diri kita. Kita tidak bisa mengharapkan orang menghormati kita, tapi kita bisa membuat penghinaan orang menjadi yang terbaik bagi diri kita.

Hal pertama yang harus kita jadikan rahasia kecukupan kita adalah ketawakalan kita dan kedua adalah prasangka baik kepada Allah, yang ketiga adalah Lainsakartum laadziddanakum,"Barangsiapa yang pandai mensyukuri nikmat yang ada, Allah akan membuka nikmat lainnya. Jadi jangan takut dengan belum ada, karena yang belum ada itu mesti ada kalau pandai mensyukuri yang telah ada.

Jadi dari pada kita sibuk memikirkan harga barang yang naik lebih baik memikirkan bagaimana mensyukuri yang ada. Karena dengan mensyukuri nikmat yang ada akan menarik nikmat yang lainnya. Jadi nikmat itu sudah tersedia. Jangan berpikir nikmat itu uang. Uang bisa jadi fitnah. Ada orang yang dititipi uang oleh Allah malah bisa sengsara, karena ia jadi mudah berbuat maksiat. Yang namanya nikmat itu adalah sesuatu yang dapat membuat kita dekat dengan Allah. Jadi jangan takut soal besok/lusa, takutlah jika yang ada tidak kita syukuri.

Satu contoh hal yang disebut kurang syukur dalam hidup itu adalah kalau hidup kita itu Ishro yaitu berlebihan, boros, dan bermewah-mewahan. Hati-hati yang suka hidup mewah, yang senang kepada merk itu adalah kufur nikmat. Mengapa? Karena setiap Allah memberi uang itu ada hitungannya. Mereka yang terbiasa glamour, hidup mewah, yang senang kepada merk termasuk yang akan menderita karena hidupnya akan biaya tinggi. Pasti merk itu akan berubah-ubah tidak akan terus sama dalam dua puluh tahun. Harus siap-siap menderita karena akan mengeluarkan uang banyak utnuk mengejar kemewahannya, untuk menjaganya dan untuk perawatannya.

Dia juga akan disiksa oleh kotor hati yaitu riya'. Makin mahal tingkat pamernya makin tinggi. Dan pamer itu membutuhkan pikiran lebih, lelah dan tegang karena rampok akan berminat. Inginnya diperlihatkan tapi takut dirampok jadinya pening. Makin tinggi keinginan pamer makin orang lain menjadi iri/dengki. Pokoknya kalau kita terbiasa hidup mewah resikonya tinggi. Ketentraman tidak terasa. Hal yang bagus itu adalah yang disebut syukur yaitu hidup bersahaja atau proporsional. Kalau Amirul Mukminin hidupnya sangat sederhana, kalau seperti kita ini hidup bersahaja saja, biaya dan perawatan akan murah.

Kalau kita terbiasa hidup bersahaja peluang riyanya kecil. Tidak ada yang perlu dipamerkan. Bersahaja tidak membuat orang iri. Dan anehnya orang yang bersahaja itu punya daya pikat tersendiri. Pejabat yang bersahaja akan menjadi pembicaraan yang baik. Artis yang sholeh dan bersahaja selalu bikin decak kagum. Ulama yang bersahaja itu juga membuat simpati.

Juga harus hati-hati kita sudah capai-capai hidup glamor belum tentu dipuji bahkan saat sekarang ini akan dicurigai.Yang paling penting sekarang ini kita nikmati budaya syukur dengan hidup proporsional.

Jangan capai dengan gengsi, hal itu akan membuat kita binasa. Miliki kekayaan pada pribadi kita bukan pada topeng kita. Percayalah rekan-rekan sekalian kita akan menikmati hidup ini jika kita hidup proporsional.

Nabi Muhammad SAW tidak memiliki singgasana, istana bahkan tanda jasa sekalipun hanya memakai surban Tetapi tidak berkurang kemuliaanya sedikitpun sampai sekarang. Ada orang kaya dapat mempergunakan kekayaannya. Dia bisa beruntung jika ia rendah hati dan dermawan. Tapi ia bisa menjadi hina gara-gara pelit dan sombong. Ada orang sederhana ingin kelihatan kaya inilah yang akan menderita. Segala sesuatu dikenakan, segalanya dicicil, dikredit. Ada juga orang sederhana tapi dia menjadi mulai karena tidak meminta-minta, jadi terjaga harga dirinya. Dan ada orang yang mampu dan ia menahan dirinya ini akan menjadi mulia.

Mulai sekarang tidak perlu tergiur untuk membeli yang mahal-mahal, yang bermerk. Supermarket, mal dan sebagainya itu sebenarnya tidak menjual barang-barang primer. Allah Maha Menyaksikan.

Apa yang dianjurkan Islam adalah jangan sampai mubadzir. Rasul SAW itu kalau makan sampai nasi yang terakhir juga dimakan, karena siapa tahu disitulah barokahnya. Kalau kita ke undangan pesta jangan mengambil makanan berlebihan. Ini sangat tidak islami. Memang kita enak saja rasanya tapi demi Allah itu pasti dituntut oleh Allah. Dan itu mempengaruhi struktur rezeki kita, karena kita sudah kufur nikmat. Kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap perbuatan kita karena tidak ada yang kecil dimata Allah. Tidak ada pemborosan karena semua dihitung oleh Allah.

Contohnya mandi, kalau bisa bersih dengan lima sampai tujuh gayung tapi mengapa harus dua puluh gayung. Kita mampu beli air tetapi bukan untuk boros. Ini penting kalau ingin barokah rezekinya, hematlah kuncinya.

Kalau merokok biaya yang kita keluarkan adalah besar hanya untuk membuang asap dari mulut kita. Jangan cari alasan. Seharusnya sudah saatnya berhenti merokok. Cobalah ingat ini uang milik Allah.

Kemudian sabun mandi, jangan memakai sesuka kita, takarlah atau kalau perlu pakai sabun batangan. Kenapa kalau kita bisa hemat tidak kita lakukan. Uang penghematan kita bisa gunakan untuk sedekah atau menolong orang yang lebih membutuhkan. Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita kecuali bertambah dan bertambah.

Ini pelajaran supaya hidup kita dijamin oleh Allah. Kita tidak bisa terjamin oleh harta/tabungan, kalau Allah ingin membuat penyakit seharga dua kali tabungan kita sangat gampang bagi Allah. Tidak ada yang dapat menjamin kita kecuali Allah oleh karena itu jangan merasa aman dengan punya tabungan, tanah, dan warisan. Dengan gampang Allah dapat mengambil itu semua tanpa terhalang. Aman itu justru kalau kita bisa dekat dengan Allah. Mati-matian kita jaga kesehatan, kalau Allah inginkan lain gampang saja. Semua harta tidak bisa kita nikmati, tetapi kalau Allah melindungi kita Insya Allah.

Marilah hidup hemat, tetapi hemat bukan berarti pelit. Proporsional atau adil adalah puncak dari ahlak Contohnya HP, kalau tidak terlalu perlu jual saja lagi. Janganlah dimiliki kalau hanya untuk gaya saja. Penghematan akan mengundang barokah inilah yang disebut syukur nikmat. Tujuan bukan mencari uangnya tetapi mempertanggung jawabkan setiap rupiah yang Allah titipkan.

Hal lain yang membuat barokah adalah jika kita dapat mendayagunakan semua barang-barang kita. Di gudang kita pasti banyak barang yang tidak kita pakai tetapi sayang untuk dibuang. Coba lihat lemari pakaian kita banyak baju-baju lama, begitu juga sepatu-sepatu lama kita. Keluarkanlah barang-barang yang tidak berharga tersebut.

Misalkan dirumah kita ada panci yang sudah rongsokan, jika kita keluarkan ternyata merupakan panci idaman bagi orang lain. Di rumah kita tidak terpakai tetapi jika dipakai orang lain dengan kelapangannya dan mengeluarkan doa bisa jadi itulah yang membuat kita terjamin.

Kalau kita ikhlas, demi Allah itu lebih menjamin rezeki kita daripada tidak terpakai di rumah. Setiap barang-barang yang tidak bermanfaat tetapi bermanfaat bagi orang lain itulah pengundang rezeki kita. Bersihkan rumah kita dari barang-barang yang tidak berguna. Lebih baik rusak digunakan orang lain daripada rusak dibiarkan di rumah, itu akan barokah rezekinya.

Ini kalau kita ingin terjamin, namanya teori barokah. Kita tidak akan terjamin dengan teori ekonomi manapun. Sudah berapa banyak sarjana ekonomi yang dihasilkan oleh universitas di negeri ini tetapi Indonesia masih saja babak belur.

Rumusnya pertama adalah bersahaja, kedua adalah total hemat, ketiga adalah keluarkan yang tidak bermanfaat, yang keempat adalah setiap kita mengeluarkan uang harus menolong orang lain atau manfaat.

Kalau mau belanja niatkan jangan hanya mencari barang tetapi juga menolong orang. Belilah barang di warung pengusaha kecil yang dapat menolong omzetnya. Hati-hati dengan menawar, pilihannya kalau itu merupakan hal yang adil. Jangan bangga kalau kita berhasil menawar. Nabi Muhammad SAW bahkan kalau beli barang dilebihkan uangnya dari harga barang yang sebenarnya. Tidak akan berkurang harta dengan menolong orang. Jangan memilih barang-barang yang bagus semua pilihlah yang jeleknya sebagian. Kita itu untung jika membuat sebanyak mungkin orang lain untung. Jangan jadi bangga ketika kita sendiri untung orang lain tidak.

Jika kita jadi pengusaha, kita jadi kaya ketika karyawannya diperas tenaganya, gajinya hanya pas buat makan, sedang kita berfoya-foya, demi Allah kita akan rugi. Pengusaha Islam sejati tidak akan berfoya-foya, ia akan menikmati karyawannya sejahtera. Sehingga tidak timbul iri, yang ada adalah cinta. Cinta membuat kinerja lebih bagus, perusahaan lebih sehat. Kalau kapitalis, pengusahanya bermewah-mewah ketika bawahannya menderita. Jadi timbul dendam dan iri setiap ada kesempatan akan marah seperti yang terjadi di Bandung kemarin. Tetapi kalau kita senang mensejahterakan mereka, anaknya kita sekolahkan. Dia merasa puas dan itulah namanya keuntungan.

Jadi mulai sekarang setiap membelanjakan uang harus menolong orang, membangun ekonomi umat. Jadi setiap keluar harus multi manfaat bukan hanya dapat barang. Dengan membeli barang di warung kecil mungkin uangnya untuk menyekolahkan anaknya, membeli sejadah, membeli mukena, Subhanallah.

Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi krisis seperti ini akan berdampak positif kalau kita bisa mengemasnya dengan baik. Nantinya ketika strategi rumah kita sudah bersahaja, kehidupan kita jadi efisien, anak-anak terbiasa hidup hemat, kita di rumah tidak mempunyai beban dengan banyaknya barang.

Barang yang ada di rumah harus ada nilai tambahnya, bukan biaya tambah. Setiap blender harus ada nilai produktifnya misalnya untuk membuat jus kemudian dijual, pasti barokah. Bukannya membuat biaya tambah karena harus diurus, dirawat dan membutuhkan pengamanan, barang yang seperti ini tidak boleh ada di rumah kita. Rezeki kita pasti ada tinggal kita kreatif saja. Tidak perlu panik Allah Maha Kaya.

Sebagai amalan lainnya, dalam situasi sesulit apapun tetaplah menolong orang lain karena setiap kita menolong orang lain kita pasti ditolong oleh Allah. Jika makin pahit, makin getir harus makin produktif bagi orang lain. Baik sukses maupun tidak tetap lakukan dimanapun kita berada. Ketika kita sedang berjalan kaki, kemudian ada mobil yang hendak parkir bisa kita beri aba-aba. Ketika kita menyetir mobil ada yang mau menyebrang, dahulukan saja, kita tidak tahu apa yang akan menimpa kita esok hari. Ketika kita sedang mengantri ada orang yang memotong, berhentilah sebentar, dengan mengalah berhenti barang lima menit tetapi membuat banyak orang bahagia.

Jadi insya Allah kalau hati kita sudah berbenah baik, krisis ini akan lebih membuat hidup kita lurus. Hidup ini tidak akan kemana-mana kecuali menunggu mati. Latihlah supaya kita sadar bahwa kita pasti mati tidak membawa apa-apa. Kita hanya mampir sebentar di dunia ini.

Alhamdulilahirobil’alamin

Bundel by UGLY --- Jan '02

Sabtu, 29 Oktober 2011

Mutiara Kata

"Jika anda tidak bisa menjadi orang yang pandai, maka  jadilah orang yang baik.
anda belum bisa di sebut kaya, sampai anda memiliki sesuatu yang tak bisa di beli dengan uang.
cinta sejati adalah ketika orang yang kita cintai telah mencintai orang lain, namun kita masih bisa tersenyum dan dan dapat mengatakan jika kita bahagia melihatnya bahagia dengan sebenar benar keikhlasan".

Sepucuk Surat dari seorang Ayah

 


Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Allah yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang laki-laki kepada seorang laki-laki; surat seorang ayah kepada seorang ayah.

Sepucuk surat dari seorang ayah

Posted by beniraisman pada April 10, 2011
Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.
Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog  seorang ayah dengan anak-anaknya.
Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini.
Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.
Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata: “TIDAK”, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan.
Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Tuhan. Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.
Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena  kau dan ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Tuhan.
Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan. Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.
Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan ruhaniah yang sebenarnya.
Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Tuhan tak kenal letih dan berhenti, Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir  putus asa.
Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Tuhan. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya. Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.
(disalin dari lembaran da’wah “MISYKAT” No.8)

Minggu, 17 Juli 2011

KISAH UMAR BIN KHATTAB


Keadilan Umar bin Khattab
Ketegasan, keadilan dan kewibawannya dibuktikannya ketika ia mendapat pengaduan dari seorang Yahudi tua yang merasa ditindas oleh Gubernur Mesir Amr bin Ash. Amr bin Ash sebagai veteran perang dalam menegakkan agama Islam, dikenal sebagai sosok pemberani, galak dan tegas. Sifat itu terbawa-bawa ketika Amr bin Ash pensiun sebagai Komandan Perang Pasukan Islam dan diangkat menjadi Gubernur Mesir. Sebagai seorang gubernur Amr bin Ash menduduki singgasana di istana yang mewah. Sementara di depan istananya ada sebidang tanah luas dan sebuah gubuk reyot milik Yahudi tua. Tanah tersebut dinilai Amr bin Ash sangat strategis untuk dijadikan pusat kegiatan syiar Islam, yakni masjid dan gedung pertemuan “Alangkah indahnya, jika di depan istana ini berdiri sebuah masjid yang mewah, sebagai lambing kemajuan Islam,” kata Sang Gubernur.

Tanpa berpikir panjang, Gubernur Amr bin Ash menyuruh ajudannya untuk memanggil Kakek Yahudi, agar menyerahkan tanah dan rumahnya untuk dijadikan masjid. Mendengar permintaan tersebut Kakek Yahudi terperengah, antara tidak mau menyerahkan, karena tanah dan gubuk reyot itu sebagai satu-satunya harta miliknya dan antara takut, karena kekerasan sikap Gubernur Amr bin Ash.

Dengan terbata-bata Yahudi itu menolak untuk memberikan tanahnya, walau sudah dihargai lima belas kali lipat dari nilai sebenarnya. Dengan kesal, Gubernur Amr bin Ash berkata, “Baik, jika itu keputusanmu, jangan menyesal jika negara merampasnya, tanpa ganti rugi, karena itu semua untuk kepentingan umum,” ujar Sang Gubernur

Pulang dengan perasaan sedih, karena tanahnya akan segera diratakan dan gubuk reyotnya akan segera dibongkar,  Kakek Yahudi itu berniat mengadukan perihal tersebut kepada Khalifah Umar di Mekkah. Melalui perjalan jauh, menggunakan unta tua Yahudi Tua itu akhirnya sampai di kediaman Khalifah yang sederhana, jauh dari mewah dibandingkan dengan istana Gubernur Amr bin Ash.

Dengan perasaan ragu, campur takut, karena dirinya merupakan kelompok minoritas yang biasanya selalu ditindas penguasa dan kelompok mayoritas,  Yahudi tua itu membeberkan persoalan yang dihadapi dan mengadukan tingkah laku semena-mena Gubernur Amr bin Ash, sekaligus meminta perlindungan dari ketidak adilan.

Mendengar keluhan Yahudi tersebut, muka Umar bin Khattab tampak merah padam, menahan marah. “Masya Allah, kurang ajar benar Amr itu, “ tutur Umar menahan marah dan menyuruh Yahudi mengambil sepotong tulang, lalu menggores tulang itu dengan pedangnya. “Berikan tulang itu kepada Amr Bin Ash, pinta Umar kepada Kakek Yahudi.

Begitu sampai di kota kediamannya Yahudi itu tercengang, karena gubuk reyotnya sudah rata dengan tanh dan di situ berdiri masjid mewah yang hampir rampung. Dengan rasa pesimis, takut pengaduannya malah membawa petaka lebih parah, Yahudi itu menyerahkan tulang tersebut kepada Sang Gubernur.

Setelah tulang tersebut diserahkan kepada Gubernur Amr, Yahudi tua itu kaget, karena dengan lantang sang Gubernur memerintahkan seluruh pekerja untuk menghentikan pembangunan masjid, sekaligus membongkarnya. Mendengar perintah Amr bin Ash yang menyuruh menghentikan pembangunan masjid yang sudah menghabiskan dana ribuan dinar itu, Yahudi itu semakin takut.

Dengan hati gemetar karena rasa takutnya belum hilang kakek itu meminta maaf kepada Gubernur, sambil meminta diterangkan apa arti semua itu, termasuk apa yang tersurat dan tersirat pada sepotong tulang.

Dengan hati legawa, Amr bin Ash berkata, tulang memiliki banyak arti dan makna. “Ketahuilah, tulang yang busuk itu merupakan peringatan, berapa pun  tingginya kedudukan seorang, tidak boleh sewenang-wenang, karena ia pasti akan menjadi tulang. Sedangkan goresan pedang berbentuk huruf “Alif” artinya harus adil ke bawah dank ke atas. Jika saya tidak bisa berbuat adil, Khalifah takkan segan memotong kepala saya,” kata Gubernur Amr.

Mendengar tutur Gubernur, Yahudi tua langsung memegang kaki Sang Gubernur, sambil berkata, sungguh agung ajaran Islam itu. “Bimbinglah saya untuk masuk Islam, pinta Yahudi sambil menangis dan dengan sukarela, menyerahkan tanah miliknya untuk dijadikan masjid.

Minggu, 10 April 2011

Tanjung Tiram, Batubara

Tanjung Tiram, Batu Bara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tanjung Tiram
—  Kecamatan  —
Negara  Indonesia
Provinsi Sumatera Utara
Kabupaten Batu Bara
Pemerintahan
 - Camat Drs. Abdul Rahman Hadi
Luas 173,79 km²
Jumlah penduduk 59 713
Kepadatan 344 jiwa/km²
Desa/kelurahan 8/4
Tanjung Tiram adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, Indonesia.
Sebagian besar wilayahnya ini berada dipingiran laut, dan karena itu nelayan menjadi mata pencarian utama, disamping pertanian dan perkebunan. Kantor Ibukota kecamatan ini terletak hanya beberapa ratus meter dari pinggiran laut yang langsung menghadap selat Malaka. Wilayah ini mempunyai Dermaga dan TPI (Tempat Penjualan Ikan) yang dikenal sebagai "BOM". Nama BOM ini mengacu pada sejarah ketika Jepang masuk ke Sumatera Timur melalui dermaga ini. Dan untuk memuluskan jalan masuk Jepang membom wilayah ini. Reruntuhan dan puing-puing bekas "pemboman" , berupa pancang-pancang bangunan terbuat dari beton yang dicor besi yang menjorok ke laut masih bisa dilihat sampai sekarang. Secara tradisional laut menjadi penghubung antara wilayah ini dengan negeri jiran, Malaysia.
Dimasa lalu dua penduduk dari dua wilayah perbatasan negara ini bebas saling berkunjung, namun sekarang ketika manajemen modern telah berlaku, akativitas tersebut hampir berhenti. Dulu wilayah ini mempunyi laguna yang indah, namun seiring dengan terjadingan penambangan pasir laguna dan pasir kuarsa putih itupun sekarang sudah rusak dan tinggal sisa-sisa saja.

[sunting] Desa/Kelurahan

Sepucuk surat dari seorang ayah

Posted by beniraisman pada April 10, 2011
Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Allah yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang laki-laki kepada seorang laki-laki; surat seorang ayah kepada seorang ayah.
Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.
Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog  seorang ayah dengan anak-anaknya.
Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini.
Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.
Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata: “TIDAK”, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan.
Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Tuhan. Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.
Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena  kau dan ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Tuhan.
Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan. Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.
Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan ruhaniah yang sebenarnya.
Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Tuhan tak kenal letih dan berhenti, Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir  putus asa.
Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Tuhan. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya. Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.
(disalin dari lembaran da’wah “MISYKAT” No.8)

Sepucuk surat dari seorang ayah

Posted by beniraisman pada April 10, 2011
Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Allah yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang laki-laki kepada seorang laki-laki; surat seorang ayah kepada seorang ayah.
Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.
Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog  seorang ayah dengan anak-anaknya.
Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini.
Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.
Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata: “TIDAK”, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan.
Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Tuhan. Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.
Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena  kau dan ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Tuhan.
Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan. Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.
Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan ruhaniah yang sebenarnya.
Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Tuhan tak kenal letih dan berhenti, Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir  putus asa.
Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Tuhan. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya. Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.
(disalin dari lembaran da’wah “MISYKAT” No.8)

Fb Comments